Sejarah Balai Kota Surabaya
Balai Kota Surabaya yang dulunya terkenal sebagai Staadhuis te
Soerabaia dirancang dan dibangun oleh G.C. Citroen dalam rentang waktu
sepuluh tahun, dari tahun 1915 sampai dengan tahun 1925.
Gambar 1: Balai Kota Surabaya tempo doeloe
Bangunan berlantai dua dengan yang membentang sepanjang 102 meter ini
adalah salah satu karya besar arsitektur kolonial Belanda di Indonesia.
Kecerdasan G.C. Citroen sebagai arsitek balaikota Surabaya dan
kepekaannya terhadap iklim tropis menjadikan bangunan balakota Surabaya
ini sebagai bangunan megah yang ramah lingkungan.
Gambar 2: Balai Kota Surabaya saat ini Selaras dengan Iklim Tropis
|
Kendati berkebangsaan Belanda, G.C. Citroen tidak melupakan karakter
iklim tropis lembab dalam merancang sebuah bangunan, terlebih bangunan
Balai Kota Surabaya. Penyesuaian terhadap iklim tropis menghasilkan
bentuk-bentuk yang khas dan tetap fungsional. Bentuk-bentuk khas inilah
yang menjadikan bangunan kolonial Belanda menjadi berbeda dengan
bangunan di Negara Belanda. Karakter bangunan yang selaras dengan iklim
tropis muncul menjadi bentuk-bentuk sbagai berikut:
• Gallery atau selasar Bangunan Balai Kota Surabaya dikelilingi oleh
gallery atau selasar disekelilingnya. Curah hujan yang tinggi akan
menimbulkan tampias pada atap yang akan mengenai dinding bangunan. Ruang
bernama gallery/ selasar menjadi solusi untuk menghindarkan muka
bangunan dari cipratan air hujan dan melindungi sisi daalam bangunan
dari sinar matahari secara langsung.
Gambar 3: Selasar/Gallery Balai Kota Surabaya |
• Bentuk denah tipis Bentuk denah Balai Kota Surabaya tipis memanjang
membentang dari barat ke timur Denah yang tipis memungkinkan terjadi
cross ventilation atau ventilasi silang. Udara yang masuk dari sisi
depan (sisi selatan) bangunan diharapkan dapat keluar di sisi belakang
(sisi utara). Dengan begitu kesegaran udara di dalam bangunan tetap
terjaga. Seiring dengan terjadinya peningkatan suhu akibat global
warming dan rapatnya bangunan, maka kesegaran udara tak bisa lagi
mengandalkan alam dan ventilasi silang sehingga harus ditunjang dengan
penghawaan elektrik.
Gambar 4 : Denah yang tipis memungkinkan terjadinya sirkulasi udara |
• Orientasi bangunan menghadap selatan atau utara Bangunan Balai Kota
dirancang menghadap selatan untuk menghindari sengatan matahari secara
langsung. Dengan demikian akan tercipta keteduhan di dalam bangunan.
Gambar 5: Orientasi bangunan menghadap selatan |
• Atap bertumpuk Bentuk atap pelana bertumpuk dari bahan genteng
dengan ventilasi di celah antar kedua atap dipilih agar udara dapat
mengalir ke dalam bubungan. Aliran udara inilah yang diharapkan dapat
menciptakan suasana sejuk di dalam sepanjang hari.
Total Design
Integritas G.C.Citroen dalam merancang gedung Balai Kota dapat kita
buktikan. Citroen tidak hanya memikirkan solusi untuk mengatasi iklim
yang tropis lembab, tetapi ia menggali talentanya sehingga mampu
merancang secara menyeluruh (total design).
• G.C. Citroen merancang gedung Balai Kota Surabaya tidak terpaku
pada satu aliran tertentu. Gaya Neo-klasik yang mencitrakan tampak dan
denah yang simetris tetap dipakai untuk membangun kesan formal dan
wibawa. • Gaya arsitektur vernacular Belanda juga diadopsi oleh G.C.
Citroen dengan menghadirkan menara/tower di kedua sisi pintu masuk.
Menara/tower adalah salah satu ciri khas gaya arsitektur vernacular
Belanda.
Gambar 6: Tower simetris tampak depan bangunan Balai Kota Surabaya |
• Gedung Balai Kota Surabayaa ini jika dipandang dari taman tidak
terkesan kerdil meski wujudnya memanjang karena kuatnya kesan vertikal
pada elemen-elemen bangunan misalnya jendela, tiang/kolom, dan
ventilasi.
Gambar 7: Kesan vertikal yang kuat muncul pada elemen ventilasi |
Gambar 8: Komposisi jendela, ventilasi dan tiang/kolom mencerminkan pengaruh aliran De Stijl |
Komposisi balok dan kubus yang saling menumpuk
pada puncak tiang/kolom menciptakan sebuah bentuk yang khas.
Dalam merancang tampak bangunan dan detail penyelesaian elemen ini
G.C. Citroen terpengaruh gaya Amsterdam School dan De Stijl yang pada
saat itu terkenal dan diminati di Negara Belanda.
Gambar 9: Bentuk balok dan kubus yang saling bertumpuk dan
interlocking pada puncak tiang/kolom mencerminkan pengaruh aliran Amsterdam School |
• Tak hanya elemen-elemen bangunan saja yang disentuh tangan dingin
G.C. Citroen, tetapi perabot, desain pintu, desain jendela, detail
tangga dan lampu taman juga dirancang sehingga menciptakan sebuah desain
yang selaras.
Gambar 10: Lampu taman yang menghiasi tangga di sisi belakang bangunan Balai Kota Surabaya |
Gambar 11: detail tangga menuju Balai Kota Surabaya |
Gambar 12: Detail pintu dengan paku kayu berukuran besar |
Gambar 13: Detail railing tangga |
Dari Waktu ke Waktu
Secara historis, gedung ini selalu difungsikan sebagai pusat
pemerintahan. Pada zaman penjajahan Belanda benama Burgemeester’s
Kantoor dan pada zaman penjajahan Jepang menjadi kantor Shi-Co dan
sampai saat ini sebagai Balai Kota Surabaya. Gedung ini adalah saksi
sejarah perjuangan para Dewan Kota yang memperjuangkan nasib bangsa pada
saat pemerintahan Belanda sedang berlangsung. Putra bangsa yang menjadi
Dewan Kota dan berjuang di Gemeente (Pemerintah Belanda) adalah R. Ng.
Soebroto, Ashabul Djojopranoto , Ramamin Nasution Gelar Sutan Kemala
Pontas dan Cak Doel Arnowo.
Gambar 14: Cak Doel Arnowo, arek Suroboyo yang memperjuangkan hak-hak pribumi di Dewan Kota Surabaya |
Telah hampir 84 tahun Balai Kota Surabaya berdiri dan berfungsi
sebagai kantor pemerintahan. Hingga saat ini, bangunan ini masih tampil
indah kokoh dan terawat dengan baik. G.C. Citroen memang merancang Balai
Kota ini dengan penuh integritas. Kebangsaan Belanda tak menyurutkan
G.C Citroen untuk menghasilkan karya yang indah untuk Kota Surabaya.
Bacaan: Perkembangan kota dan arsitektur kolonial Belanda di Surabaya (1870-1940) oleh Handinoto.
Foto-foto diambil sore hari 20 Mei 2009 bersama rekan saya bernama Widodo
Sumber
Post a Comment